Cerpen: Secarik Kertas Bertuliskan Yummy.co.id dan Yummy App


Di kantor, hari ini kondisinya sangat berat. Bak disambar petir di siang bolong. Dia dihardik, dicerca, dihina. Tak ubahnya seperti anjing kurapan saja. Kosim hanya bisa mengangguk dan mengiya. Bukan soal benar dan salah, bukan soal hitam dan putih. Kata kuncinya hanya satu, kekuasaan. Kekuasaanlah yang membuat orang buta. Menempatkan pemiliknya pada posisi hina dina. Menumpulkan pikiran, karena biasa dijilat dan disanjung. Tidak pernah mengenal kata penolakan.

“Bagaimana kau bisa terlambat, Sim? Sudah bosan kerja ya?” hardik managernya.
“Maaf, Pak.”
“Emang bisa dibayar dengan maaf tender kita yang gagal?”
“Tadi saya...”
“Ah, aku tidak butuh alasan. Kau tahu, berapa pengangguran yang bersedia menggantikan posisimu? Sedangkan kau bekerja seenaknya?”
“Iya, Pak.”
“Tahu tidak, proposal yang kau bawa itu sangat berharga nilainya? Gaji seumur hidupmupun tidak sanggup melebihi nilainya. Bukankah sudah kuwanti- wanti untuk tepat waktu?”

Itulah sedikit ilustrasi pembicaraan yang ada. Dalam pikiran Kosim, dia coba mencerna. Apa kesalahan fatalnya? Apakah tiada pintu maaf yang terbuka baginya dari manager? Apakah salah jika dia harus menyelamatkan seorang anak kecil di depan kantornya, yang akan menyeberang dan tertabrak mobil? Apakah harus menunggu dia mati baru mayatnya diantar ke rumah sakit? Sampai seorang sopir atau orang yang tidak punya pekerjaan yang longgar waktunya membantu anak tersebut? Apakah nurani bisa dibeli seharga proyek 200 juta? Hatinya bergejolak, pikirannya berkecamuk. Tidak dapat menemukan jawaban atas semua pertanyaannya. Ya, dia ingat berita tentang seorang satpam yang dipecat karena sholat jum’at sedangkan penjaga di kantornya hanya sedikit. Ya, itu kewajiban sholat. Apalagi hanya menolong orang susah. Orang yang bukan siapa- siapanya. Orang yang tidak dikenalnya. Apakah haram hukumnya?

Lamunan menyeretnya untuk kembali ke rumah. Lamunan saja yang membantunya melewati hari itu. Lamunanlah yang membantunya membunuh waktu. Bahkan, hanya lamunanlah yang peduli padanya di kantor. Kantor yang banyak pertikaiannya. Sejawatnya hanyalah musuh dalam selimut. Takut meskipun sekedar memberi simpati, khawatir ikut kena getahnya. Khawatir dianggap menjadi kroninya. Mereka adalah musuh yang akan menggulungnya saat dia terlena. Yah, inilah hari itu. Neraka baginya, surga bagi teman- temannya. Tinggal menunggu esok hari untuk menjegal kedudukannya. Kedudukan penting sebagai tangan kanan manager. Yang dilakoninya dengan sempurna, sebelum hari ini. Yang dilakoninya 5 tahun lamanya.

Dia menyibak ramainya jalanan ibu kota dengan motor tuanya. Menyusuri jalan yang sama setiap harinya. Keramaian yang sama, kemacetan yang sama, dan bunyi pekikan klakson yang sama pula. Dua jam kemudian sampailah di rumahnya. Sudah menunggu istri dan anak tercinta. Sungguh terasa istilah rumahku adalah surgaku kali ini. Dengan almanak waktu yang sangat lama, dengan segala kejenuhan yang ada, dia menjadi lebih mensyukurinya.

Di atas meja tamu, nampak secarik kertas bertuliskan Yummy.co.id dan Yummy App beserta penjelasannya. Ada apakah gerangan, pikirnya?

Di atas meja makan telah tersaji rendang sapi kesukannya. Anak dan istrinya sudah mengitari meja tersebut. Sengaja memberinya kejutan. Kosimpun menangis sejadinya, seperti bayi yang seminggu tak diberi ASI. Bak balita direbut mainannya secara paksa oleh temannya. Keluarga, yang terkadang dia abaikan, pun terkadang dihardiknya pula. Air mata mengalir deras di pipinya.

“Kenapa, Yah?” tanya istrinya.
“Bahagia, memiliki kalian,” jawabnya.
“Ah Ayah lebay,” celetuk anaknya.
Mereka bertigapun saling berpelukan dan larut dalam rasa kebersamaan dan kebahagiaan.
“Wah, kok enak sekali rendangnya?” kata Kosim.
“Iya, Ibu masak sendiri. Alhamdulillah kalau ayah suka.”
“Oh, ini yang resep di atas meja ya?”
“Iya,” istrinya menangguk. Ya, makanan lezat kali ini menambah kebahagiannya. Belum pernah merasakan masakan seenak ini. Tiba- tiba ketiganya dikagetkan dengan dering telepon. Dengan terburu- buru, Kosim berlari. Maklum, dia jarang menerima telepon jam segini. Pasti ada urusan penting, pikirnya.

“Hallo,” sapa Kosim.
“Hallo Pak Kosim, ini Pak Budi,” managernya menjawab.
“Ada apa Pak Budi?” Kosim mencoba bertanya, sambil dadanya dag dig dug tidak karuan. Apakah besok dia tinggal mengambil surat pemecatan? Dia coba menguatkan hati dan mentalnya. Bersedia dengan hal buruk apapun yang akan diterimanya.
“Alhamdulillah, Pak. Tadi yang Bapak tolong adalah anaknya rekan bisnis kita yang mau tender tadi. Berkat bantuan Bapak, anaknya selamat. Katanya, tadi anaknya diajak ke mall seberang kantor kita bersama ibunya. Ternyata anaknya ingin menyusul bapaknya dan berusaha menyeberang jalan. Kemudian terjadilah kecelakaan itu. “
“Syukurlah, Pak. Alhamdulillah.”
“Iya, tender kita deal jadinya, bahkan kita ditawari proyek baru lagi.”

Pembicaraanpun berlanjut ke hal remeh- temeh lainnya. Ternyata, kebaikan itu memang dibalas kebaikan pula. Tidak hanya di dunia. Juga ada balasan surga di akhirat nantinya.


===FINISH===

Jangan lupa, cerita menarik lain. Baca di: https://www.kwikku.com/novel/read/bocah-angin/23421

Comments